Banner

Thursday, June 08, 2017

Wali Paidi (Eps.8)

Sehabis dari acara peresmian toko mas kiai Mursyid, wali Paidi pamit pulang, sebenarnya uang wali Paidi ini sudah habis sama sekali dikasihkan kepada tamu-tamu mas kiai Mursyid yang bersarung dan berpeci itu, sebagai uang kaget, kaget atas acara yang begitu menghebohkan. Mas kiai Mursyid yang tahu kalau wali Paidi ini kehabisan uang malah menggodanya, ketika wali Paidi pamit padanya.

“Kang... duwit sampeyan kan masih banyak, jadi aku wes gak usah nyangoni, ini garam aja sampeyan bawa…” ucap mas yai Mursyid.

"Hehehe… iya mas yai terimakasih…” ucap wali Paidi.

Memang mulai mbah yai, abah yai sampai mas yai Mursyid ini garam adalah cenderamata pondok beliau-beliau ini, garam “suwuk” ini bisa digunakan untuk apa saja, mengobati penyakit dhohir maupun bathin, dan masih banyak kegunaan lainnya tinggal niatnya apa bagi yang menggunakannya…

Adik mas kiai Mursyid menawarkan untuk mengantar wali Paidi ke terminal tapi wali Paidi tidak mau.

“Saya jalan kaki saja sambil jalan-jalan menikmati pemandangan..” ucap wali Paidi kepada adik mas kiai Mursyid.

Setelah bersalam-salaman wali Paidi pamit dan meneruskan berjalan ke arah terminal, dzikir selalu menyertai setiap langkah wali Paidi ini, ketika wali Paidi melintasi jalan dipinggir alun-alun ada segerombolan pemuda yang
mengawasi wali Paidi, dengan tersenyum wali Paidi meneruskan langkahnya, wali Paidi sebenarnya sudah tahu kalau sebentar lagi dia akan dicegat dan di palak dimintai duwit oleh mereka, ini yang jadi ganjalan hati wali Paidi, karena dia sudah gak punya uang sama sekali, dia akan malu sekali karena tidak bisa memberi kepada orang yang meminta.

“Kasihan mereka kalau sampai tidak mendapatkan uang dariku” bathin wali Paidi.

Wali Paidi berusaha menghidar karena malu, dia menyeberang jalan berusaha menghindari mereka tapi gerombolan pemuda ini mengikutinya dan satu orang maju kedepan mencegat wali Paidi.

“Duwit... serahkan duwitmu... ayo cepat…” ucap pemuda itu yang rupanya pimpinan gerombolan ini.

Wali Paidi dengan tersenyum membuka kaca mata hitamnya dan melihat satu persatu para pemuda gerombolan ini, di kaos pimpinan gerombolan ini ada symbol hati yang bersinar yang bertuliskan “SH”,
mereka yang melihat wali Paidi yang begitu tenang jadi keder, dan mereka heran melihat ketenangan dan tampak tidak ada ketakutan sama sekali diwajah wali Paidi.

“Mohon maaf yang sebesar-besarnya aku tidak punya uang sama sekali, maaf aku membuat kalian kecewa, uangku sudah habis kukasihkan kepada orang lain“ ucap wali Paidi kepada ketua gerombolan ini.

Ketua gerombolan ini hatinya jadi bergetar ketika melihat tatapan mata wali Paidi yang begitu teduh, hati pemuda ini jadi damai, dan tanpa disadari mata pemuda ini mulai berkaca-kaca, pemuda ini mulai teringat dengan dosa-dosanya selama ini, pemuda ini juga tidak tahu mengapa hatinya begitu trenyuh dan teringat dengan masa lalunya, teringat dengan pesan-pesan gurunya dahulu.

Kawanan gerombolan ini juga ikut terdiam melihat pimpinan mereka diam tak bergerak sama sekali, mereka jadi heran, biasanya mas Gohell (yg nama aslinya sholeh) ini kalau ada orang dimintai duwit tapi tidak memberi lansung dipukulinya sampai kelenger tapi sekarang tidak bergerak menghadapi pemuda ini.

“Saya tidak bisa memberi apa-apa, ini ada garam kalau sampeyan mau, katanya ibu sampeyan sekarang sakit…” ucap wali Paidi kepada pimpinan gerombolan ini yang ternyata bernama Gohell.

Pemuda yang bernama Gohell ini jadi heran setengah mati, pemuda distro ini (wali Paidi) kok bisa tahu kalau sekarang ibunya lagi sakit dan sudah berhari-hari ini hatinya galau memikirkan penyakit ibunya yang gak sembuh-sembuh, hatinya begitu trenyuh dengan perhatian wali Paidi terhadap ibunya, karena selama ini semua orang dikampungnya tidak ada yang perduli dengan keluarganya mereka hanya mencibir tidak pernah memperhatikan keluarganya.

Tanpa bisa ditahan pemuda ini terduduk dihadapan wali Paidi dan menangis tersedu-sedu…….

Bersambung...

No comments:

Wali Paidi (Eps.12)

Gus Dur menerima dengan lapang dada isyarah yang ditafsirkan Kiai Rohimi. Gus Dur tidak peduli jika dalam kepimpinanya kelak, akan direcoki ...