Banner

Monday, April 22, 2024

Wali Paidi (Eps.12)

Gus Dur menerima dengan lapang dada isyarah yang ditafsirkan Kiai Rohimi. Gus Dur tidak peduli jika dalam kepimpinanya kelak, akan direcoki dan akhirnya diturunkan secara tidak terhormat. Gus Dur memiliki prinsip, biarlah orang memusuhinya asal Allah menyayanginya. Biarlah orang menghinanya asal Allah ridla.

Beberapa bulan kemudian ganti para kiai sepuh yang mendapatkan isyarah-isyarah dari Allah mengenai Gus Dur. Para kiai tidak mau gegabah dengan menafsiri sendiri isyarah yang diterima oleh mereka. Para kiai sepuh itu sowan ke Kiai Rohimi menanyakan apa makna isyarah yang mereka terima.

Setelah mendapatkan makna isyarah Kiai Rohimi, para kiai sepuh menyampaikannya kepada Gus Dur. Sikap Gus Dur sangat ta’dzim ketika menerima mereka dan bahkan mengucapkan terimakasih karena mau memperhatikan dirinya selama ini, walau sebetulnya Gus Dur sendiri sudah tahu kalau dirinya akan jadi presiden. Gus Dur juga sudah tahu kalau masa kepemimpinannya cuma sebentar, jauh sebelum para kiai ini mengetahuinya.


SEKILAS INFO : APA ITU TOXOPLASMOSIS ?


Di luar sana, pertemuan antara para kiai dan Gus Dur tersebut tercium wartawan. Ramailah berita pertemuan tersebut. Oleh pewarta media, para kiai sepuh ini akhirnya dijuluki sebagai poros langit, disesuaikan dengan kelompok yang mengusung Gus Dur menjadi presiden, yakni poros tengah. Kebetulan juga, pemimpin kelompok kiai sepuh ini adalah KH Abdullah Faqih langitan Tuban. Jadi pas jika sebutan mereka itu "poros langit", alias poros Langitan.

Dan kita semua tahu, Gus Dur secara mengejutkan benar-benar jadi presiden. Namun tentunya Gus Dur dan para kiai sepuh sama sekali tidak terkejut dengan hal itu sudah tahu sebelumnya

Awal pemerintahan Gus Dur berjalan baik. Hubungan Gus Dur dengan Bu Mega nampak mesra. Mereka bergantian mengadakan sarapan pagi bersama. Kadang di istana presiden, kadang pula di istana wakil presiden. Tapi lama kelamaan para koruptor dan penggila jabatan mulai kuatir dengan ketegasan Gus Dur dalam memimpin negara ini.

Mereka mulai tidak bebas melakukan korupsi dan menumpuk-numpuk kekayaan pribadi karena ketatnya pengawasan Gus Dur kala itu. Mereka akhirnya mulai mendanai mahasiswa melakukan ndemo kepada Presiden Gus Dur. Mengangkat isu-isu yang memojokkan. Para koruptor hanya menunggu momen tepat menjatuhkan Gus Dur.

Gus Dur memang terkenal dengan gaya ngomong yang blak-blakan, Gus Dur berprinsip "padhakno pengucapmu podho karo karepe atimu" (Samakanlah ucapanmu dengan kehendak hatimu).

Saat Gus Dur diminta pendapat oleh wartawan tentang Bu Mega yang sering diam saja, Gus Dur dengan enteng menjawab, "dia itu bodoh". Jawaban Gus Dur itu didengar oleh Pramono Anung yang ketika itu, -kalau tidak salah,- masih menjabat sebagai sekjen PDIP. Oleh Pram, jawaban Gus Dur itu disampaikan kepada Ibu Mega. Ngambek deh Bu Mega waktu itu. Ia tidak mau menemui Gus Dur ketika sarapan pagi bersama di istana wakil presiden.

Dan inilah kesempatan yang ditunggu oleh para koruptor dan penggila jabatan. Moentum ini dianggap sebagai celah asyik yang bisa buat amunisi menurunkan Gus Dur dari kursi presiden.

Pada sat ini, para kiai sepuh dapat isyarah lagi kalau Gus Dur akan dilengserkan dari kursi presiden. Para kiai sepuh poros langit ini sowan lagi kepada Kiai Rohimi, meminta pendapat dan meminta solusi menanyakan langkah terbaik agar Gus Dur masih tetap menjadi presiden.

"Gus Dur akan bisa tetap jadi presiden kalau mau meminta maaf kepada Ibu Mega, walaupun Gus Dur tidak ada niat merendahkan ibu mega," ucap Kiai Rohimi kepada para kiai sepuh.

Biarpun Kiai Rohimi sudah tahu kalau jabatan Gus Dur cuma sebentar, tapi Kiai Rohimi tetap memberi peluang kepada para kiai. Ia berkeyakinan bahwa Allah jualah yang menjadi penentu akhir suatu kisah. Isyarah hanyalah perlambang.

Para kiai kembali menemui Gus Dur dan menyampaikan apa yang diperoleh dalam isyarahnya dan juga menyampaikan pesan Kiai Rohimi. Tapi Gus Dur tidak mau melakukannya, bukan berarti Gus Dur tidak mau minta maaf karena malu atau gengsi, tapi apa yang dialami Gus Dur kurang lebih persis seperti apa yang dialami oleh Sayyidina Ali.

Dalam peperangan, ketika Sayyidina Ali mau membunuh orang kafir yang sudah terjatuh di atas permukaan tanah, ia tiba-tiba mengurungkan niat ketika orang kafir itu meludahinya. Orang kafir itu heran melihat Sayyidina Ali yang tiba-tiba urung membunuhnya itu.

"Pertama. aku memang berniat membunuhmu karena Allah, tapi ketika kamu meludahiku, terbesit perasaan marah kepadamu, maka aku urungkan niat membunuhmu karena ada niat selain Allah di hatiku," begitu kata Sayyidina Ali kepada si kafir.

Gus Dur juga demikian. Ia tidak mau meminta maaf kalau niatnya hanya karena ingin mempertahankan jabatan. Gus Dur tidak gila jabatan, dan ia memang sudah tahu kalau masa kepemimpinannya cuma sebentar. Akhirnya, kita semua tahu bahwa Gus Dur berhasil diturunkan dari kursi kepresidenan karena kasus yang dibuat-buat oleh lawan politiknya, macam buloggate.

Paijo dan kawan-kawannya terdiam mendengar cerita Wali Paidi ini. Mereka merasa baru mendengar cerita Gus Dur dengan Kiai Rohimi. Sangat penasaran.

"Apakah Kang Paidi pernah bertemu dengan Kiai Rohimi".

"Tidak pernah," jawab Wali Paidi kepada Paijo, ia masih menyedot rokoknya.

"Lalu, sampeyan dapat cerita darimana".

Wali Paidi tidak menjawabnya, dia hanya tersenyum dan menyeruput selepek kopi, lalu ngeloyor pergi. Namanya juga Wali Paidi, kerajaan jin di gunung Arjuna saja tahu siapa saja presidennya. Apalagi cuma cerita soal Gus Dur yang juga sering ditemui di alam kewalian sana.

Bersambung...

Wali Paidi (Eps.11)

Sehabis tahlil bersama dalam rangka memperingati Haul Gus Dur ke II, Wali Paidi bersama warga berkumpul bareng, ngopi. Mereka saling berkelompok antara tiga sampai empat orang membicarakan dan mengenang Gus Dur, yang sesekali diselingi adu argumen tentang rahasia sang Guru Bangsa itu.

Ia bersama empat orang lainnya duduk bersama ditemani satu cangkir kopi besar ditaruh di tengah. Joinan kopi dan rokok bersama. Indah, rukun, sepi umpatan.

"Gus Dur jadi presiden kok cuma sebentar itu menurut sampeyan gimana kang?" Paijo, tetangga Wali Paidi mulai membuka pembicaraan dengan bertanya kepada Wali Paidi

"Sebelum kita membahas tentang itu semua, alangkah baiknya kita mengulas lagi sejarah sebelum Gus Dur jadi presiden".

"Piye kang ceritane?" teman yang lain ikut penasaran atas apa yang akan keluar dari pendapat Wali Paidi.

Dulu ada seorang kiai di Blitar, namanya Kiai Rohimi. Beliau dikenal ahli istikharah. Banyak sekali kiai yang sowan kepadanya menanyakan apa makna isyarah yang diterima. Anehnya, Kiai Rohimi bisa menafsirkan isyarah-isyarah yang ditanyakan banyak orang kepadanya. Tidak pernah meleset. Dan hampir 100 persen mendekati kebenaran.

Padahal, kehidupan sehari-harinya hanya petani desa sederhana. Tiap pagi diantar cucu pergi ke sawah naik sepeda onthel. Para tamu yang hendak sowan biasanya harus menunggu Kiai Rohimi pulang, menunggu di depan ndalem beliau.

Di rumah yang berdinding kayu jati itulah, Kiai Rohimi menerima para tamu. Namun, ada sebuah kamar yang hanya khusus diperuntukkan kepada Gus Dur jikalau datang berkunjung ke situ dan menginap. Sebelum jadi presiden, Gus Dur memang banyak menerima isyarah dan menanyakan makna isyarah itu kepada Kiai Rohimi.

"Kiai rohimi ini tingkatannya lebih tinggi daripada Gus Dur ya kang, sampai Gus Dur sendiri minta tolong untuk menafsiri isyarah yang diterima," Paijo nyeletuk ke kepada Wali Paidi.

"Tidak mesti begitu. Kamu tahu Pak Ridwan tetangga kita yang jadi dosen di salah satu universitas terkenal itu?"

"Iya, saya tahu kang".

"Ketika ban mobilnya bocor, apa Pak Ridwan menambal ban mobilnya sendiri?"

"Tidak lah kang. Pak Ridwan jelas tidak bisa. Ban bocor akan ditambalkan ke tukang tambal ban".

"Pertanyaannya, apa tingkatan tukang tambal ban itu lebih tinggi daripada tingkatan Pak Ridwan yang dosen itu?"

"Ya tentu tidak kang".

"Begitulah apa yang terjadi di antara Gus Dur dan Kiai Rohimi. Tidak bisa diukur siapa lebih tinggi tingkatannya di antara mereka berdua," terang Wali Paidi. Rokok Dji Sam Soe nya disedot, nyeruput kopi, lalu melanjutkan cerita lagi.

"Sampeyan akan jadi orang nomor satu di Indonesia, tapi hanya sebentar," kata Wali Paidi menirukan ucapa Kiai Rohimi kepada Gus Dur kala itu.

"Berapa lama kiai?"

"Tidak sampai tiga tahun".

"Tugas yang sangat berat," ucap Gus Dur kala itu tanpa mempedulikan lama jabatannya.

"Iya ini memang tugas yang sangat berat Gus, dan sampeyan akan diturunkan oleh rakyat sampeyan sendiri," kata Kiai Rohimi.

"Kalau memang tugas, biar pun sebentar tidak apa-apa, yang penting bermanfaat," ucap Gus Dur.

Bersambung...


***
Gus Dur menerima dengan lapang dada isyarah yang ditafsirkan Kiai Rohimi. Gus Dur tidak peduli jika dalam kepimpinanya kelak, akan direcoki dan akhirnya diturunkan secara tidak terhormat. Gus Dur memiliki prinsip, biarlah orang memusuhinya asal Allah menyayanginya. Biarlah orang menghinanya asal Allah ridla.

Beberapa bulan kemudian ganti para kiai sepuh yang mendapatkan isyarah-isyarah dari Allah mengenai Gus Dur. Para kiai tidak mau gegabah dengan menafsiri sendiri isyarah yang diterima oleh mereka. Para kiai sepuh itu sowan ke Kiai Rohimi menanyakan apa makna isyarah yang mereka terima.

Setelah mendapatkan makna isyarah Kiai Rohimi, para kiai sepuh menyampaikannya kepada Gus Dur. Sikap Gus Dur sangat ta’dzim ketika menerima mereka dan bahkan mengucapkan terimakasih karena mau memperhatikan dirinya selama ini, walau sebetulnya Gus Dur sendiri sudah tahu kalau dirinya akan jadi presiden. Gus Dur juga sudah tahu kalau masa kepemimpinannya cuma sebentar, jauh sebelum para kiai ini mengetahuinya.

Di luar sana, pertemuan antara para kiai dan Gus Dur tersebut tercium wartawan. Ramailah berita pertemuan tersebut. Oleh pewarta media, para kiai sepuh ini akhirnya dijuluki sebagai poros langit, disesuaikan dengan kelompok yang mengusung Gus Dur menjadi presiden, yakni poros tengah. Kebetulan juga, pemimpin kelompok kiai sepuh ini adalah KH Abdullah Faqih langitan Tuban. Jadi pas jika sebutan mereka itu "poros langit", alias poros Langitan.

Dan kita semua tahu, Gus Dur secara mengejutkan benar-benar jadi presiden. Namun tentunya Gus Dur dan para kiai sepuh sama sekali tidak terkejut dengan hal itu sudah tahu sebelumnya

Awal pemerintahan Gus Dur berjalan baik. Hubungan Gus Dur dengan Bu Mega nampak mesra. Mereka bergantian mengadakan sarapan pagi bersama. Kadang di istana presiden, kadang pula di istana wakil presiden. Tapi lama kelamaan para koruptor dan penggila jabatan mulai kuatir dengan ketegasan Gus Dur dalam memimpin negara ini.

Mereka mulai tidak bebas melakukan korupsi dan menumpuk-numpuk kekayaan pribadi karena ketatnya pengawasan Gus Dur kala itu. Mereka akhirnya mulai mendanai mahasiswa melakukan ndemo kepada Presiden Gus Dur. Mengangkat isu-isu yang memojokkan. Para koruptor hanya menunggu momen tepat menjatuhkan Gus Dur.

Gus Dur memang terkenal dengan gaya ngomong yang blak-blakan, Gus Dur berprinsip "padhakno pengucapmu podho karo karepe atimu" (Samakanlah ucapanmu dengan kehendak hatimu).

Saat Gus Dur diminta pendapat oleh wartawan tentang Bu Mega yang sering diam saja, Gus Dur dengan enteng menjawab, "dia itu bodoh". Jawaban Gus Dur itu didengar oleh Pramono Anung yang ketika itu, -kalau tidak salah,- masih menjabat sebagai sekjen PDIP. Oleh Pram, jawaban Gus Dur itu disampaikan kepada Ibu Mega. Ngambek deh Bu Mega waktu itu. Ia tidak mau menemui Gus Dur ketika sarapan pagi bersama di istana wakil presiden.

Dan inilah kesempatan yang ditunggu oleh para koruptor dan penggila jabatan. Moentum ini dianggap sebagai celah asyik yang bisa buat amunisi menurunkan Gus Dur dari kursi presiden.

Pada sat ini, para kiai sepuh dapat isyarah lagi kalau Gus Dur akan dilengserkan dari kursi presiden. Para kiai sepuh poros langit ini sowan lagi kepada Kiai Rohimi, meminta pendapat dan meminta solusi menanyakan langkah terbaik agar Gus Dur masih tetap menjadi presiden.

"Gus Dur akan bisa tetap jadi presiden kalau mau meminta maaf kepada Ibu Mega, walaupun Gus Dur tidak ada niat merendahkan ibu mega," ucap Kiai Rohimi kepada para kiai sepuh.

Biarpun Kiai Rohimi sudah tahu kalau jabatan Gus Dur cuma sebentar, tapi Kiai Rohimi tetap memberi peluang kepada para kiai. Ia berkeyakinan bahwa Allah jualah yang menjadi penentu akhir suatu kisah. Isyarah hanyalah perlambang.

Para kiai kembali menemui Gus Dur dan menyampaikan apa yang diperoleh dalam isyarahnya dan juga menyampaikan pesan Kiai Rohimi. Tapi Gus Dur tidak mau melakukannya, bukan berarti Gus Dur tidak mau minta maaf karena malu atau gengsi, tapi apa yang dialami Gus Dur kurang lebih persis seperti apa yang dialami oleh Sayyidina Ali.

Dalam peperangan, ketika Sayyidina Ali mau membunuh orang kafir yang sudah terjatuh di atas permukaan tanah, ia tiba-tiba mengurungkan niat ketika orang kafir itu meludahinya. Orang kafir itu heran melihat Sayyidina Ali yang tiba-tiba urung membunuhnya itu.

"Pertama. aku memang berniat membunuhmu karena Allah, tapi ketika kamu meludahiku, terbesit perasaan marah kepadamu, maka aku urungkan niat membunuhmu karena ada niat selain Allah di hatiku," begitu kata Sayyidina Ali kepada si kafir.

Gus Dur juga demikian. Ia tidak mau meminta maaf kalau niatnya hanya karena ingin mempertahankan jabatan. Gus Dur tidak gila jabatan, dan ia memang sudah tahu kalau masa kepemimpinannya cuma sebentar. Akhirnya, kita semua tahu bahwa Gus Dur berhasil diturunkan dari kursi kepresidenan karena kasus yang dibuat-buat oleh lawan politiknya, macam buloggate.



***
Paijo dan kawan-kawannya terdiam mendengar cerita Wali Paidi ini. Mereka merasa baru mendengar cerita Gus Dur dengan Kiai Rohimi. Sangat penasaran.

"Apakah Kang Paidi pernah bertemu dengan Kiai Rohimi".

"Tidak pernah," jawab Wali Paidi kepada Paijo, ia masih menyedot rokoknya.

"Lalu, sampeyan dapat cerita darimana".

Wali Paidi tidak menjawabnya, dia hanya tersenyum dan menyeruput selepek kopi, lalu ngeloyor pergi. Namanya juga Wali Paidi, kerajaan jin di gunung Arjuna saja tahu siapa saja presidennya. Apalagi cuma cerita soal Gus Dur yang juga sering ditemui di alam kewalian sana.

Bersambung...

Thursday, December 29, 2022

Wali Paidi (Eps.10)

Terlihat di sudut terminal, orang gila itu tertawa cekikikan menikmati makanan dan minuman hasil rampasan dari Wali Paidi.

Melangkah lambat, Wali Paidi mendekati orang gila tersebut. Sekitar jarak 10 meter, sambil makan dan minum, orang gila itu berkata.

"Tak usah heran Di, orang yang dekat dengan Tuhannya, apa sih yang tidak diketahui di muka bumi ini. Yang diketahui oleh Gusti Allah juga diketahui oleh para kekasih-Nya, apalagi namamu, yang sudah terkenal di langit sana. Namamu seringkali muncul karena keseringan cerewet dan usul ke Gusti Allah".

Minuman Sprite kaleng masih diminum si orang gila tersebut.

"Para malaikat sering berkata, Gusti, Wali Paidi usul begini, Gusti, Wali Paidi minta begini. Gara-gara sering usul itu, hampir semua malaikat mengenalmu. Karena seringnya kamu minta dan usul ke Gusti Allah, seharusnya kamu malu Di! Wali kok minta-minta terus seperti pengemis begitu. Ha ha ha...."

Wali Paidi terdiam seperti tengah ditelanjangi, Ia menghampiri orang gila tersebut dan mencium tangannya. Wali Paidi kaget karena ketika dipegang, tangan orang gila berambut gimbal itu seperti tidak bertulang, terasa halus, begitu lembut dan baunya sangat wangi.

Sementara itu, ketika Wali Paidi hendak menanyakan nama, orang gila itu buru-buru berkata:

"Kamu tak usah tahu namaku. Sudah sana, kamu pergi sowan ke kiaimu. Nanti kita bertemu di sana. Dan kalau kamu melihat kiaimu sedang ada tamu agung, kamu sebaiknya langsung pamit saja," saran sang gila itu hanya disambut anggukan oleh Wali Paidi.

"Kok dia tahu ke mana tujuanku". Makin bingung. Tapi dia hanya membatin saja. Menyimpan penasaran.

Setelah pamit salam, Wali Paidi pergi dari situ melanjutkan sowan ke kiainya pakai becak. Sesampainya di ndalem kiai, Wali Paidi langsung menuju ruang tamu. Ia disambut salah satu santri abdi dalem kiai yang memang bertugas melayani para tamu yang datang.

Belum lama duduk, ada dua laki-laki lain yang juga hendak sowan ke kiai. Mereka berdua duduk disamping Wali Paidi. Tak seperti biasanya, kali ini kiai tidak langsung menemui mereka bertiga. Wali Paidi dan kedua tamu lainnya menunggu lama. Sekitar satu jam kemudian, kiai baru keluar menemui di ruangan.

Wali Paidi dan kedua tamu langsung bersalaman dengan kiai, cium tangan penuh ta'dzim. Saat itulah Wali Paidi tampak sangat ta’dzim berhadapan dengan kiai melebihi ta'dzimnya di hari-hari biasa. Ia hanya bisa menunduk di hadapan kiai. Butiran air mata tiba-tiba mulai membasahi pipi.

Baru saja duduk, Wali Paidi malah mohon pamit dan bersalaman lagi ke kiai, minta doa restu. Kiai hanya tersenyum.

"Iya Di, rapopo, salam saja ke dulur-dulur semua," begitu dawuh kiai.

"Inggih kiai". Wali Paidi masih saja menunduk, tidak berani menatap wajah gurunya yang sangat meneduhkan itu.

Tentu kedua tamu yang bersamanya tadi heran melihat sikap Wali Paidi. Mereka sudah menunggu begitu lama di ruang tamu, namun begitu kiai keluar, Wali Paidi justru langsung mohon pamit. Penasaran, salah satu di antara mereka akhirnya menanyakan kepada kiai.

"Mas tadi itu menunggu panjenengan bersama kami begitu lama. Tapi setelah kiai datang, dia langsung mohon pamit, boleh tahu kenapa, kiai?"

"Hmm, gimana yah, kamu langsung saja ke orangnya dan tanyakan hal itu. Dia belum pergi jauh. Sekarang dia sedang duduk-duduk di pagar jembatan sebelah sana".

Setelah mohon ijin dan keluar sebentar, tamu itu nekad mencari Wali Paidi, mengejarnya. Dan benar apa yang dikatakan kiai, Wali Paidi masih duduk di pinggir jembatan yang dimaksud.

"Assalamuailaikum, maaf mas, saya penasaran dengan sikap sampeyan tadi. Kok langsung mohon pamit ketika baru ketemu kiai". Ia hanya dijawab salam oleh Wali Paidi. Makin nampak berkaca-kaca matanya, setengah menangis.

"Gimana tidak langsung mohon pamit kang, wong di samping kanan kiai ada Baginda Rasulullah shallahu alaihi wa sallam dan di samping kiri kiai ada Nabiyullah Khidir alaihis salam, apa yang mau saya omongkan kalau beliau berdua hadir di samping kanan dan kiri kiai. Saya tidak berani melihat nur cahaya dua Nabi Allah tersebut".

Tamunya setengah tidak percaya, tapi dia hanya melongo. "Kok mas ini tahu ada Rasulullah dan Nabi Khidzir ada di samping kiai," gumamnya. Ia buru-buru kembali ke ndalem kiai, tapi kedua orang yang ada di samping kiai sudah tidak ada lagi.

Wali Paidi terus menerawang, jangan-jangan orang gila yang merampas tas kresek berisi makanan dan minuman pemberian Gohell dari terminal tadi adalah Nabi Khidzir. Cirinya jelas, tangannya tidak bertulang. Jarinya lembut, tidak bisa digunakan untuk "njempol" (tanda pujian Top) yang tidak pantas dipakai untuk memuji selain kepada Allah.

Ia semakin yakin orang gila tersebut adalah Nabi Khidzir karena tadi sempat bilang begini, "Nanti kita bertemu di sana. Dan kalau kamu melihat kiaimu sedang ada tamu agung, kamu sebaiknya langsung pamit saja".

Wali Paidi mengikuti saran orang gila itu. Tunduk dan malu telah menyadarkan Gohell, yang bisa mengakibatkan hatinya muncul kesombongan. Padahal hidayah seorang hamba hanya diberikan atas kehendak Allah. Dipaksa pakai penthungan pun, kalau hidayah belum turun, tak akan berhasil. Apalagi dengan demo yang sangat cerewet.

Bersambung...

Saturday, December 03, 2022

Wali Paidi (Eps.9)




Anak buah Gohell yang berjumlah tujuh orang ini lebih heran lagi melihat pemimpin mereka terduduk dan menangis tersedu-sedu dihadapan wali Paidi, tanpa dikomando mereka mendekati pimpinan mereka dan membuat pagar betis melingkari wali Paidi dan Gohell, mereka berdiri melingkar menutupi mereka supaya orang-orang tidak tahu kalau pimpinan mereka menangis, mereka malu kalau orang-orang melihat pimpinan mereka menangis, masak pimpinan preman kok nangis…(he..he..he..)

Wali Paidi menepuk-nepuk pundak Gohell, dan menariknya untuk berdiri lalu berkata:

“Udah mas, aku sama sampeyan ini masih saudara jadi gak usah sungkan…”

Gohell berdiri dan mengusap air matanya, kemudian merangkul wali Paidi

“Makasih mas…” ucap Gohell kepada wali Paidi.

Mereka lalu bersalaman diikuti seluruh anak buah Gohell juga bersalaman kepada wali Paidi. Suasana menjadi cair kembali, tidak lama kemudian suasana jadi akrab, seakan wali Paidi dan gerombolan Gohell ini adalah teman yang sudah lama kenal, karena wali Paidi ini pintar mengeluarkan joke-joke segar yang membuat Gohell dan anak buahnya tertawa terpingkal-pingkal.

“Ayo ngopi dulu mas….” Ajak Gohell kepada wali Paidi.

“Monggo…..” jawab wali Paidi.

Mereka berdua dan seluruh anak buah Gohell menuju ke warung dipinggir jalan, setelah mengambil tempat duduk mereka memesan kopi, anak buah Gohell menunggu diluar warung.

“Mas kalo bisa sampeyan berhenti malak orang, kasihan gurumu mas…” ucap wali Paidi.

“Iya mas, saya akan berusaha mencari kerja yang bener, do’akan aja…” sahut Gohell.

“Jangan sampai perguruan sampeyan Setia Hati (SH) itu menjadi singkatan Perguruan Sakit Hati, gunakan kepandaian silatmu itu sebagai senam untuk kesehatan, itu yang cocok untuk jaman sekarang ini, beda dengan jaman ketika orang islam masih punya musuh dulu, jangan belajar silat untuk mencari kesaktian atau untuk perisai diri,
karena perisai diri yang lansung dari Allah adalah shodaqoh, belajarlah silat hanya untuk kesehatan, maka kamu tidak akan mencari musuh atau dicari musuh…” kata wali Paidi.

Sambil nyeruput kopinya wali Paidi berkata lagi kepada Gohell:

“Kalo belajar silat untuk mencari kesaktian atau kekuatan jadinya ya seperti ini, sesama saudara seperguruan tawur, tidak rela melihat perguruan lain unjuk kekuatan, seperti kemarin terjadi penyerbuan terhadap konvoi perguruan kera sakti yang diduga dilakukan oleh perguruan Setia Hati…”

“Iya mas, memang aku dulu belajar ilmu silat untuk mencari kesatian/ kekuatan, setelah lulus aku bingung gimana cara melihat kalau aku ini sudah kuat, akhirnya aku mencari gara-gara supaya punya musuh dan keterusan sampai jadi seperti sekarang ini..” ucap Gohell sambil menunduk.

Setelah ngobrol-ngobrol yang cukup lama Gohell ini akhirnya terbuka hatinya, mengerti tentang apa arti hidup ini, mengerti manusia itu tinggal menjalankan peran dari Allah, mengerti akan dirinya berperan sebagai apa dan menjalankan sebaik-baiknya peran tersebut, ada yang berperan sebagai ulama, guru, pedagang, petani, dll, hanya ketaqwaan kepada Allah yang dinilai dari menjalankan peran tersebut.

“Terus sampeyan sekarang mau kemana?“ tanya Gohell kepada wali Paidi.

“Mau ke terminal “ jawab wali Paidi singkat.

“Hehehe... maksudku tujuan sampeyan dari terminal?“ tanya Gohell lagi.

“Mau sowan kepada salah satu guruku…” jawab wali Paidi

“Kalau begitu mari saya antar“ Gohell menawari wali paidi

“Baiklah, ayo…” ucap wali Paidi

Gohell mendekati pemilik warung dan menanyakan habis berapa semuanya, pemilik warung terdiam merasa heran dengan sikap Gohell, karena biasanya Gohell ini kalau makan minum di warungnya tidak pernah bayar, pemilik warung tersebut sangat gembira dengan perubahan sikap Gohell ini.

“Udah gak usah bayar mas, anggap saja ini sebagai selamatan buat mas, selamatan kalau sampeyan telah terlahir kembali, mudah-mudahan tobat sampeyan ini sebagai taubatan nasuha...” ucap pemilik warung kepada Gohell.

Setelah mengucapkan terimakasih Gohell mengantarkan wali Paidi ke terminal, dalam perjalanan Gohell menanyakan perihal tentang orang-orang sholeh yang di ketahui wali Paidi, wali Paidi menceritakan dengan singkat perihal mereka, tentang sifat dan kelebihan para orang-orang sholeh tersebut, tidak begitu lama akhirnya mereka sampai keterminal, Gohell memanggil salah satu anak buahnya dan membisikkan sesuatu kepadanya, lalu anak buahnya itu pergi.

“Jangan berangkat dulu mas, tunggu sebentar” kata Gohell kepada wali Paidi.

Tidak begitu lama anak buah Gohell itu datang sambil menyerahkan sesuatu kepada Gohell, lalu Gohell mendekati wali Paidi dan menyerahkan sesuatu kepada wali Paidi.

“Ini mas tolong jangan ditolak“ ucap Gohell kpd wali Paidi.

Ternyata sesuatu tersebut didalamnya ada uang ribuan yang sebagian sudah kumal, dan ada 2 atau 3 uang lima ribuan, wali Paidi terkejut ketika menerima uang dari Gohell tersebut.

“Jangan kuatir mas, itu bukan uang haram, itu uang sumbangan dari teman-teman, dan saya minta dengan sangat jangan ditolak“ jelas Gohell kpd wali Paidi.

Wali Paidi menerima pemberian Gohell tersebut, setelah bersalaman wali Paidi naik ke atas bus, masih banyak bangku kosong, wali Paidi mencari tempat yang enak buat duduk, akhirnya wali Paidi memilih tempat ditengah, setelah bus baru berjalan tampak pedagang rokok naik ke atas bus menjajakan dagangannya, ketika wali Paidi hendak memanggilnya sipedagang tersebut sudah menghampiri wali Paidi dan menyerahkan sebungkus rokok Dji Sam Soe dan berkata:

“Ini pemberian dari mas Gohell sebagai rasa terimakasih.”

Begitu juga dengan pedagang-pedagang yang lain, di dalam perjalanan mereka semua mengasihkan satu barang dagangannya kepada wali paidi atas nama Gohell, mulai penjual minuman sampai penjual kacang, bahkan penjual bollpoint dua ribu dapat 3 juga menyerahkan bollpointnya atas nama dan rasa terimakasih Gohell kepada wali Paidi, ketika wali Paidi mau membayar karcis bus, pak kondektur juga membebaskan wali Paidi atas nama Gohell juga, wali Paidi hanya geleng-geleng kepala.0

“Gendeng, sholeh ini….” bathin wali Paidi tersenyum sambil teringat wajah Gohell.

Sekitar dua jam perjalanan, wali Paidi akhirnya sampai disebuah kota yang dulunya adalah sebuah wilayah kerajaan Majapahit, wali Paidi turun sambil membawa satu kresek besar yang berisi minuman dan makanan ringan pemberian dari pedagang-pedagang asongan di atas bus, baru melangkah turun dari bus wali Paidi lansung dihampiri seorang gila yang berambut gimbal, orang gila tersebut langsung menarik-narik tas kresek wali Paidi.

“Di... Paidi… sini minuman dan makanan ini punyaku...” ucap orang gila tersebut, lalu ngeloyor pergi.

Wali Paidi membiarkan saja tas kreseknya direbut, dan dia hanya terus mengikuti orang gila tersebut karena dia penasaran, orang gila ini kok tahu namanya….

Bersambung...

Thursday, June 08, 2017

Wali Paidi (Eps.8)

Sehabis dari acara peresmian toko mas kiai Mursyid, wali Paidi pamit pulang, sebenarnya uang wali Paidi ini sudah habis sama sekali dikasihkan kepada tamu-tamu mas kiai Mursyid yang bersarung dan berpeci itu, sebagai uang kaget, kaget atas acara yang begitu menghebohkan. Mas kiai Mursyid yang tahu kalau wali Paidi ini kehabisan uang malah menggodanya, ketika wali Paidi pamit padanya.

“Kang... duwit sampeyan kan masih banyak, jadi aku wes gak usah nyangoni, ini garam aja sampeyan bawa…” ucap mas yai Mursyid.

"Hehehe… iya mas yai terimakasih…” ucap wali Paidi.

Memang mulai mbah yai, abah yai sampai mas yai Mursyid ini garam adalah cenderamata pondok beliau-beliau ini, garam “suwuk” ini bisa digunakan untuk apa saja, mengobati penyakit dhohir maupun bathin, dan masih banyak kegunaan lainnya tinggal niatnya apa bagi yang menggunakannya…

Adik mas kiai Mursyid menawarkan untuk mengantar wali Paidi ke terminal tapi wali Paidi tidak mau.

“Saya jalan kaki saja sambil jalan-jalan menikmati pemandangan..” ucap wali Paidi kepada adik mas kiai Mursyid.

Setelah bersalam-salaman wali Paidi pamit dan meneruskan berjalan ke arah terminal, dzikir selalu menyertai setiap langkah wali Paidi ini, ketika wali Paidi melintasi jalan dipinggir alun-alun ada segerombolan pemuda yang
mengawasi wali Paidi, dengan tersenyum wali Paidi meneruskan langkahnya, wali Paidi sebenarnya sudah tahu kalau sebentar lagi dia akan dicegat dan di palak dimintai duwit oleh mereka, ini yang jadi ganjalan hati wali Paidi, karena dia sudah gak punya uang sama sekali, dia akan malu sekali karena tidak bisa memberi kepada orang yang meminta.

“Kasihan mereka kalau sampai tidak mendapatkan uang dariku” bathin wali Paidi.

Wali Paidi berusaha menghidar karena malu, dia menyeberang jalan berusaha menghindari mereka tapi gerombolan pemuda ini mengikutinya dan satu orang maju kedepan mencegat wali Paidi.

“Duwit... serahkan duwitmu... ayo cepat…” ucap pemuda itu yang rupanya pimpinan gerombolan ini.

Wali Paidi dengan tersenyum membuka kaca mata hitamnya dan melihat satu persatu para pemuda gerombolan ini, di kaos pimpinan gerombolan ini ada symbol hati yang bersinar yang bertuliskan “SH”,
mereka yang melihat wali Paidi yang begitu tenang jadi keder, dan mereka heran melihat ketenangan dan tampak tidak ada ketakutan sama sekali diwajah wali Paidi.

“Mohon maaf yang sebesar-besarnya aku tidak punya uang sama sekali, maaf aku membuat kalian kecewa, uangku sudah habis kukasihkan kepada orang lain“ ucap wali Paidi kepada ketua gerombolan ini.

Ketua gerombolan ini hatinya jadi bergetar ketika melihat tatapan mata wali Paidi yang begitu teduh, hati pemuda ini jadi damai, dan tanpa disadari mata pemuda ini mulai berkaca-kaca, pemuda ini mulai teringat dengan dosa-dosanya selama ini, pemuda ini juga tidak tahu mengapa hatinya begitu trenyuh dan teringat dengan masa lalunya, teringat dengan pesan-pesan gurunya dahulu.

Kawanan gerombolan ini juga ikut terdiam melihat pimpinan mereka diam tak bergerak sama sekali, mereka jadi heran, biasanya mas Gohell (yg nama aslinya sholeh) ini kalau ada orang dimintai duwit tapi tidak memberi lansung dipukulinya sampai kelenger tapi sekarang tidak bergerak menghadapi pemuda ini.

“Saya tidak bisa memberi apa-apa, ini ada garam kalau sampeyan mau, katanya ibu sampeyan sekarang sakit…” ucap wali Paidi kepada pimpinan gerombolan ini yang ternyata bernama Gohell.

Pemuda yang bernama Gohell ini jadi heran setengah mati, pemuda distro ini (wali Paidi) kok bisa tahu kalau sekarang ibunya lagi sakit dan sudah berhari-hari ini hatinya galau memikirkan penyakit ibunya yang gak sembuh-sembuh, hatinya begitu trenyuh dengan perhatian wali Paidi terhadap ibunya, karena selama ini semua orang dikampungnya tidak ada yang perduli dengan keluarganya mereka hanya mencibir tidak pernah memperhatikan keluarganya.

Tanpa bisa ditahan pemuda ini terduduk dihadapan wali Paidi dan menangis tersedu-sedu…….

Bersambung...

Wali Paidi (Eps.7)

Wali Paidi berpenampilan lain dari biasanya, dia tampil gaul sekali, memakai sepatu unkl347, celana jeans pensil airplane system, dan kaos merk spilis infection, walaupun semua pakaiannya ini pemberian dari adik mas kiai Mursyid yang kebetulan buka toko pakaian distro… dan dengan memakai kaca mata BL hitam invictus, wali Paidi berangkat untuk memenuhi undangan mas kiai Mursyid dalam rangka tasyakuran dan pembukaan toko onderdil barunya yang mana semua barangnya langsung didatangkan dari luar negeri, mas kiai Mursyid ini kalau bisnis memang tidak mau setengah2, sekali terjun beliau langsung menyelam sekalian.

Sekitar jam 09:00 pagi wali Paidi sudah sampai ditoko mas kiai Mursyid, tampak terop yang mewah yang tidak begitu besar berada di depan toko, dibawah terop sudah berjajar rapi kursi yang terbungkus kain putih yang sebagian besar sudah terisi, di depan terop ada geladak kecil yang juga tertutup kain putih yang diatasnya ada karpet merah yang disebelah kirinya ada piano semacam elektone, music barat slowrock berkumandang mulai awal acara,
yang unik, ada sebagian tamu yang datang memakai kopyah dan sarung sedang tamu lainnya berpaikan ala executive muda, memang mas kiai Mursyid ini mengundang seluruh pelaku bisnis didalam kota dan sebagian dari luar daerah, mas kiai Mursyid ini men-setting acara pada pembukaan tokonya ini dengan model seperti acara pembukaan toko onderdil pada umumnya tidak seperti acara yang biasa dilakukan seorang kiai di kalangan pesantren apalagi mas kiai ini adalah seorang Mursyid.

Wali Paidi tidak lansung duduk ditempat acara, tapi langsung menuju dapur umum mecari kopi, setelah dapat kopi wali Paidi duduk di podjok toko, mengeluarkan sebatang rokoknya sambil menunggu kedatangan mas kiai Mursyid, sambil menyedot rokok 'mastna wastulasa warruba’ wali Paidi mengawasi semua temu yang datang, wali paidi tersenyum kecil ketika melihat kekikuk-an para tamu yang memakai kopyah dan sarung itu, mereka tampak rikuh duduk dikelilingi para tamu yang berpenampilan beda dari mereka dan di tempat yang acaranya tidak diduga oleh mereka sebelumnya.

Dari arah belakang datanglah seorang pemuda yang penampilannya seperti wali Paidi ini, mengahampiri dan duduk disamping wali Paidi, pemuda ini adalah adik mas kiai Mursyid.

‘’Udah lama kang...’’ tanya pemuda ini setelah mereka bersalaman.

‘’Oh gak, barusan aja datang…” jawab wali Paidi

Sebelum wali Paidi bertanya soal tamu yang berkopyan dan sarungan itu, adik mas kiai Mursyid ini sudah menjelaskan kepada wali Paidi tetang mereka.

‘’Anu kang... sebenarnya mas kiai Mursyid meminta bantuan kepada kiai Akhmad untuk mendatangkan santri–santrinya untuk datang kesini guna membantu bagian akomodasi (bagian angkat2 meja) tapi terjadi salah paham, ternyata yang dikirim kiai Akhmad kesini adalah para ustads dan penggede2 thoriqoh, dikiranya mas kiai Mursyid mengadakan acara kumpulan thoriqoh, jadinya ya seperti ini hehehe…” adik mas kiai Mursyid menjelaskan kpd wali Paidi.

“Oh... begitu tho ceritanya…” jawab wali Paidi

Tidak lama kemudian datanglah mas kiai Mursyid dengan bercelana jeans diiringi cewek2 cantik yang berpakaian minim, tampak seksi2 dan mulus2…. mereka ini para sales promotion girl yang didatangkan mas kiai Mursyid untuk mengisi diacara pembukaan tokonya ini.

Para tamu bertepuk tangan menyambut kedatangan mas kiai Mursyid ini, kecuali para tamu yang berkopyah dan sarungan, mereka hanya melongo dan terheran-heran melihat tingkah dan gaya mas kiai Mursyid ini, memakai jeans dan dikelilingi cewek2 cantik… dihati sebagian para penggede2 thoriqoh ini mulai timbul keraguan atas ke-mursyidan mas kiai ini, dan memang para penggede2 thoriqoh ini sebagian besar dulunya adalah murid abahnya…

Setelah acara ceremonial dimulai dan peresmian atas dibukanya toko onderdil ini sudah dilakukan tibalah waktu hiburan, music mulai mengalun lagi dan yang lebih menggeparkan, mas kiai mursyid ini tampil di panggung mini berjoget ria bersama para sales promotion girl yang berjumlah 15 orang ini...

Para penggede2 thoriqoh semakin melongo melihat kiai Mursyid mereka berjoget dan bersenda gurau dengan para sales promotion girl yang rata–rata cantik dan seksi ini, wali Paidi hanya tersenyum melihat tingkah dan gaya mas kiai Mursyid, wali Paidi melihat diantara sales promotion girl ini ada satu yang wajahnya sangat mirip dengan Mulan Jameela… wali Paidi hanya membathin.

“Ada–ada aja mas kiai Mursyid ini..”

Tiba –tiba mas kiai Mursyid ini turun dari panggung mini dan menghampiri wali Paidi, selanjutnya menggandeng tangan wali Paidi, ditarik ikut dan diajak joget diatas panggung mini dan mas kiai Mursyid ini menggandengkan wali Paidi dengan cewek yang wajahnya mirip Mulan Jameela itu.

Ketika wali Paidi memegang tangan cewek yang sangat mirip Mulan Jameela ini detak dzikir jantung wali Paidi semakin kencang, dari tangan cewek ini terdengar kalimat “yaa latief… yaa latief… yaa latief…”
Dan dari paha dan pantat sicewek keluar kalimat “yaa jamal… yaa jamal…” dari seluruh anggota badan si cewek ini mengeluarkan kalimat2 asmaul husna…

Wali Paidi seakan berjoget ditaman surga, music dan suasana berubah seperti di surga, bunga-bunga yang indah bermunculan disekitar taman harum semerbak mewangi… wali Paidi berjoget berputar-putar mengikuti alunan musik yang begitu indah….

Wali Paidi baru tersadar ketika mendengar suara mas kiai Mursyid “wes kang… ayo balik ke dunia lagi, jangan disurga terus…ini acara jualan onderdil belum selesei…hehehe…..

Bersambung...

Wali Paidi (Eps.6)

Wali Paidi menyusuri jalan, pergi tanpa arah dan tujuan, dia hanya berjalan dan berjalan, lupa akan makan dan minum, wali Paidi pingin menghindari orang2 yang mulai tahu kedudukannya, mulai banyak orang sekarang yang memanggilnya gus, memanggilnya kiai bahkan ada yang terang2an menggangilnya sang wali.

Kehidupan wali Paidi sekarang tampak ramai, ada saja orang yang memerlukan bantuannya, soal jodoh, soal penglaris dan ada juga yang hanya minta barokah do'a dan yang paling berat ada yang minta diakui murid. Wali Paidi merasa terusik, dia kepingin merasakan kehidupannya yang dulu, orang2 hanya mengenalnya sebagai penjual minyak wangi, dengan pengajar alif2an di musholla kecilnya.

Dan sekarang banyak orang yang berlomba2 pingin membangun mushollanya, Wali Paidi pingin menghindari itu semua, dia jengah akan semua pujian yang dialamatkan pada dirinya, lebih2 akan datangnya malaikat yang mengunjunginya baru2 ini.

Wali Paidi mulai memasuki hutan belantara, dia berjalan terus dan berhenti ketika dia melihat didepannya ada sungai, Dia mendekati bibir sungai, dilihatnya airnya begitu jernih, dia menunduk dan mulai membasuh tangan dan mukanya, lalu wali Paidi memperbarui wudlunya, karena wali Paidi ini diberi kemampuan oleh Allah untuk selalu dalam keadan suci (punya wudlu) atau bahasa ngaji sak paran-parannya "da'imul wudlu"

Setelah wudlu wali Paidi baru sadar kalau ada orang yang agak jauh disampingnya, orang itu sedang memancing. Wali Paidi mendekati orang itu, dia merasa orang itu bukan orang sembarangan, melihat wajah orang tersebut tiba2 saja hati wali Paidi semakin tentram, Wali Paidi mau mengucapkan salam tapi kedahuluan orang tersebut.

"Assalamu'alaikum kang Paidi " ucap orang itu.

"Wa'alaikum salam, kalau boleh tahu siapakan anda?" tanya wali Paidi keheranan.

"Untuk saat ini namaku Syukron Fahmi" jawab orang itu.

Wali Paidi terdiam, dia hanya menunduk memikirkan jawaban orang tersebut, dan tiba2 saja sikap wali Paidi berubah dengan sendirinya tanpa ia sadari, wali Paidi bersikap seakan menghadapi gurunya.

"Kang Paidi, sampeyan tidak seharusnya menghindari semua itu, pujian2 itu adalah ujian buatmu, ujian yang berupa pujian itu lebih berat dari penghinaan, Allah mau meningkatkan derajad sampeyan..." ucap orang itu.

Wali Paidi semakin menunduk, ternyata orang yang sedang memancing ini tahu akan keadaan dirinya.

"Kang paidi, dengan menghidari pujian2 itu sama saja sampeyan menafikan kekuatan Allah, karena sampeyan merasa tidak mampu, padahal Allah-lah yang memberi kekuatan" kata orang itu lagi.

Wali Paidi hanya bisa diam dan semakin menunduk, air mata mulai meleleh dari matanya.

"Ingat, la haula wala quwwata illa billah, merasa mampu dan merasa tidak mampu itu tidak boleh, itu sudah syirik khofi bagi orang setingkat sampeyan, karena Allah yang memberi kekuatan, Allah meliputi segalanya".

Wali Paidi menangis sesunggukan, dia yakin orang yang di depannya adalah Nabiyullah Khidir, dia ingin bersalaman dengan-nya untuk memastikannya, setelah menangisnya agak reda, wali Paidi mengangkat wajahnya dan mau bersalaman dengan orang itu.

Tapi orang yang mengaku bernama Syukron Fahmi sudah hilang dari hadapannya....

Setelah bertemu sosok yang mengaku bernama Syukron Fahmi, wali Paidi masih terdiam dalam duduknya, masih terngiang2 ucapan sosok misterius yang menggugah jiwanya itu.

Wali Paidi berdiri membersihkan tempat duduknya dan mulai melaksanakan sholat, setelah salam, wali Paidi berdiri lagi dan melakukan sholat lagi, begitu terus sampai malam kira2 sekitar jam 9 malam, wali Paidi berhenti dan melanjutkan dengan melakukan wirid.

Dia duduk bersila, memusatkan pikirannya, membuang jauh2 pikiran2 tentang dunia, menggerakkan hatinya untuk berdzikir sirr, dan entah berapa lama hal ini terjadi, dan kemudian wali Paidi merasakan alam disekitarnya begitu hampa, tidak ada suara, semua yang berada disekitarnya jadi hitam gelap gulita, wali Paidi seakan menjadi udara yang hampa dan bergerak mengitari alam yang hitam pekat ini.

Setelah berkeliling tampak didepannya ada dua sosok manusia yang sedang duduk seperti duduknya orang tahiat, dan berdiri disamping keduanya sosok berjubah putih yang bercahaya, lamat-lamat wali Paidi mengenali salah satu sosok yang duduk didepannya tersebut.

"Tidak salah lagi, beliau adalah Imam Ghozali Mujtahid Islam" bathin wali Paidi

Lalu wali Paidi melihat sosok baju putih itu maju kedepan dan berkata kepada sesuatu yang didepannya, sesuatu yang tidak terlihat

"Gusti... bagaimana menurut njenengan terhadap kedua kekasihmu ini Nabi Musa dan Al-Ghozali...?" tanya sosok putih itu.

Lalu ada suara yang mengatakan

"Musa dengan ijinku bisa menghidupkan orang yang telah mati, tapi aku lebih suka terhadap Al-Ghozali karena dia demgan ijinku pula bisa menghidupkan hati hamba2ku yang telah mati, banyak menghilangkan kebodohan dan membuka jalan buat hamba2ku untuk lebih mengenalku...."

Lalu ketiga sosok itu samar2 hilang dari pandangan wali Paidi.

Lalu lamat2 terdengarlah adzan subuh, sedikit demi sedikit alam mulai terlihat kembali.

Setelah sholat, wali Paidi bangkit dan kembali pulang....

Bersambung...

Wali Paidi (Eps.12)

Gus Dur menerima dengan lapang dada isyarah yang ditafsirkan Kiai Rohimi. Gus Dur tidak peduli jika dalam kepimpinanya kelak, akan direcoki ...