Banner

Friday, April 23, 2010

Etika Bergaul Seorang Muslimah


Bukan dari tulang ubun ia diciptakan sehingga lupa akan pujian, bukan juga dari tulang kaki karena khawatir akan diinjak dan direndahkan. Melainkan ia diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan dada untuk dilindungi dan dekat dengan hati untuk dicintai.

Akhwat beda dengan ikhwan. Dalam menjalankan aktivitas pun sangat berbeda. Tapi hukum syara’ memandang sejajar antara ikhwan dan akhwat. "Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan," (QS Al Isra ; 70)

Karena saya akhwat, pastinya saya akan membahas aktivitas akhwat batasannya seperti apa saja. Kadang, jika saya melihat dan menilai, secara tidak sengaja telah terjadi pelanggaran hukum syara'. Biasanya, di kalangan akhwat terjadi pelanggaran hukum syara’ dalam konteks ijtima’l atau pergaualan dengan lawan jenis. karena mereka belum memahami aktivitas mana saja yang termasuk hayatul khas dan hayatul ‘aam. Di kalangan ikhwan pun terkadang ada pelanggaran hukum syara’ karena sikap yang kurang tegas dan kurang mengetahui batasan aktivitas akhwat itu seperti apa saja, dalam konteks hubungan demi maslahat masing-masing yang sesuai dengan hukum syara’ dan selanjutnya karena godaan Syetan..

Apa yang akan saya paparkan adalah aktivitas akhwat dalam konteks hubungan interpersonal dengan ikhwan / ijtima’I:

1.Hayatul ‘Aam

Hayatul ‘aam atau kehidupan umum bagi akhwat adalah seputar kehidupan yang menyangkut perkara pendidikan, mu’amalah, kesehatan. Hayatul ‘aam, bagi akhwat, maknanya bahwa ia boleh bercerita tentang ketiga perkara tadi, selebihnya tidak boleh karena sudah menyangkut hayatul khas..

Bagi ikhwan manapun hanya cukup untuk mengetahui ”hayatul ’aam” kehidupan umum-nya saja, seperti contoh diatas ; pendidikan, tempat tinggal, hobi, aktivitas di lembaga dll. Sedangkan hayatul khas, sudah sangat privasi sekali yang menyangkut kehidupan pribadi (keadaan keluarga, keadaan dirinya) di luar itu konteksnya sudah hayatul khas.

Bagi akhwat tidak boleh menceritakan hal-hal pribadi pada ajnaby (orang asing). Akhwat boleh menceritakan hal-hal terkait pribadinya jika ia telah dikhitbah untuk lanjut ke jenjang pernikahan.

Dan ketika berinteraksi dengan lawan jenis akhwat diharapkan bertindak dan berbicara seperlunya saja, tegas dan jelas. Dalam aktivitas yang berkaitan dengan lawan jenis, seorang akhwat seringkali mudah melakukan pelanggaran. Mungkin karena secara psikologis akhwat memiliki karater ingin diperhatikan atau malah kadang cari perhatian agar bisa berinteraksi dengan lawan jenis, apalagi kalau sudah menyangkut "masalah hati."

Tapi berinteraksi dengan ikhwan dalam konteks mendiskusikan ilmu, menurut saya ini dibolehkan, tapi, ada beberapa hal kita sendiri bisa menjaminnya sesuai dengan perkataan Rasulullah Saw, "Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka bertindaklah sesuka kalian."

Yang dimaksud hal-hal yang kita harus bisa menjaminnya adalah kemungkinan timbulnya fitnah. Mungkin kita bisa berdalih dengan mengatakan "Saya dengan dia cuma teman, hanya sebatas sharing ilmu." Tapi saya berpendapat sebaiknya dicari "aman" nya saja, karena fitnah itu diibaratkan mencemarkan dan menjatuhkan kehormatan seorang akhwat dan manjaga ’iffah / kehormatan itu wajib hukumnya.

Mubah hukumnya untuk berinteraksi dengan ikhwan dalam masalah ilmu, kareka khawatir seorang akhwat akan menceritakan sesuatu yang masuk dalam wilayah khas, sehingga yang mubah menjerumuskan ke haram.

Bagaimana dengan diskusi di forum internet atau milis? Menurut saya, dalam wilayah ini sifatnya lebih 'aam karena diketahui banyak orang pembahasannya pun seputar perkara yang dibolehkan. Dalam hal ini saya ingin mengutip perkataan Abu Bakar, "Berhati-hatilah dalam bertindak karena dari hati-hati tadi memberikan manfaat bagimu."

2.Hayatul khas

Hayatul khas atau kehidupan khusus adalah perkara seputar pribadi dan ini hanya boleh di ketahui oleh keluarga ‘mahram’ dan sesama kaum perempuan dalam lingkungan kita. Contohnya, menceritakan keadaan dirinya dan keluarganya, target hidup, target dakwah dll. secara detil, kecuali seorang akhwat sudah dikhitbah.

Seorang ikhwan yang faham akan apa arti kehormatan bagi seorang akhwat pasti maklum atas sikap tegasn seorang akhwat dan tidak dimaknai sebagai sikap jaim (jaga image) atau jutek, terlalu saklek atau apalah namanya. Tegas bukan berarti memaksa agar pandangannya di terima atau egois tapi demi menjaga kehormatan.

Intinya, dalam hal ini sangat dibutuhkan ketegasan dari masing-masing pihak, baik maupun akhwat untuk menjaga 'iffahnya masing-masing. Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya perkara halal itu jelas, dan perkara haram itu jelas; serta di antara keduanya terdapat perkara mutasyabihat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjauhi syubhat, sungguh ia telah terbebas dari dosa, dalam agama dan kehormatannya. sebaliknya, siapa yang terjerumus pada perkara syubhat berarti ia telah terjerumus dalam perkara haram," (HR. Imam Bukhari, Muslim dan ashabun Sunan)

Rabbanaghfirlanaa dzunuubanaa isyraafanaa fii amrina. Wallahu’alam.

Penulis: Shinta Mardhiah Alhimjarry, Bandung
syi_khilafah@yahoo.co.id

Monday, April 19, 2010

Hakikat Cinta

Cinta adalah bagian dari fitrah. Orang yang kehilangan cinta, dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapinya dengan tepat.

"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (QS. Ali Imron [3]: 14).

“Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Cinta memang sudah ada di dalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati, cinta bisa menulikan dan membutakan kita.

Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah. Cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.

Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta. Tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita mau pun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.

Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat (berdua-duaan), jangan dekati zina dalam bentuk apa pun dan jangan saling bersentuhan.

Bagi orangtua yang membolehkan anaknya berpacaran, harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kepada Allah dengan memperbanyak shalawat, dzikir, istighfar dan shoaat sehingga tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka.

Rindu Maghfirah


Wali Paidi (Eps.12)

Gus Dur menerima dengan lapang dada isyarah yang ditafsirkan Kiai Rohimi. Gus Dur tidak peduli jika dalam kepimpinanya kelak, akan direcoki ...